Teruntuk Sahabatku, Dyra
Di ujung langit senja..
“Bismillah..” kuucap asmaNya beriring tuts yang menada. Kuharap kau pun berlaku sama sebelum membacanya. Apa kabar sahabatku ? baikkah disana ? ku harap ‘ya’ ! selaras keadaanku yang jua tak kalah baiknya karenamu. Ya, karena satu yang baru kutemukan ini..
Dy, kau masih ingat ?
fillicium muda telah dewasa kini & aku baru menyadarinya ! siang tadi,
daunnya yang menguning menerpa wajahku yang lewat di bawah tangkainya. Seolah merindu,
“hei, apa kabarmu ?” dan aku terpaku.
Dy, rasanya baru kemarin
kau menyapaku, lewat kaca jua dinding yang tertata rapih warna kuning muda “hai ! kau komikus ?” aku
yang tersentak lantas mendongak jua pucat dan meragu “siapa kau ? manusia baru
?!” dan kau pun tertawa ! kesal rasanya mendapat tawa dari manusia asing tanpa
alasan yang jelas ! ku raih ransel dan pena yang tintanya berceceran, beranjak
pergi dan melangkah, “boleh aku tahu siapa namamu ?”.
Dan segalanya berlanjut sampai genap dua bulan. Kutahu kau sastrawan,
seniman dalam kata jua bait yang menada. Ini jarang kutemukan ! rasanya separuh
mimpi kutemukan dalam ‘KAU’ Dy.. tak
pernah kutemui manusia manis yang bisa mengerti ! memahami kata jua toreh
garis-garis yang kerap ku lakoni dalam kertas jua kanvas yang membaur . kau
begitu berbeda !
segalanya begitu berwarna saat kau hadir, penuh pelangi jua burung
yang bernyanyi. Hadirmu kerap kali membuatku ragu, “bermimpikah aku ?”. kau
begitu sempurna ! Dalam majas-majasku, dalam gores tintaku, jua bait-bait merah
biru, kau jelas disana ! kau selalu kunanti lepas bel berbunyi, pukul dua lewat
lima tidak lebih tidak kurang. Di balik koridor lantai satu yang tembus
halaman. Di antara kaca dan gugur fillicium moyang, Kita tertawa, bersama. . Begitu
renyah mengudara. Tak kenal toleransi waktu yang cemburu. Kita menggores,
memetik jua bertutur di antara riuh gemerisik daun..
“aku mau jadi sastrawan kelak. yang sukses !“ begitu memikat Dy !
“aku mau jadi komikus kelak ! jadi orang bebas yang tak terikat
dinas jua eksak !”
dan kau pun tertawa, lagi.
“kita tunjukkan mi, kita bisa
! tuhan cinta kepada hambaNya yang sungguh dan berdoa. Walau sering di lihat
sebelah mata, di ucap aneh jua mirip orang gila, aku percaya ! Kelak, kita
pasti di akui ! di senangi dengan karya-karya kita. Kita hanya harus lebih giat
berusaha kini. Kau percaya kita bisa kan?”
Aku pun mengangguk, entah. Rasanya aku bisa lebih kuat dari ini.
Lebih lebih kuat lagi !
“ya, karena kita seniman
bukan ?” ucapku iring senyum yang jua bertutur
Dan kau mengiyakan.
“kita terus bersama. Mimpi kita, mimpi kau dan aku, tunjukkan !
dunia pasti kan tergenggam mi.. pasti !”
Dan senyumku melebar.
“janji ya, terus bersama !” ucapku, menaut kelingking yang kosong.
Mengangkatnya ke udara, ya.. bersamamu Dy.
“aku janji mi”
Dan senja lepas, bersama teguh yang menada.
Keyakinan kami akan mimpi, mencuat setara langit yang merona. Dy, karenamu aku
kembali. Meneguhi mimpi yang sempat ku anggap “tak mungkin”. Aku percaya, jalan
kan terbuka. Asal bersamamu.. segala kan berakhir indah ! ya, bersamamu dalam
lingkup nafas yang di beri.
Kau mentari, aku hujannya ! kita ukir pelangi,
satu ! Dalam bias mimpi kita, dalam jejak kaki kita. Segala kan tergenggam
& aku percaya !
0 komentar:
Posting Komentar